BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyusunan
rencana pembelajaran berbasis inovasi
pendidikan dalam pembelajaran untuk memahami penerapan
pendekatan pembelajaran dalam sehari-hari.
Pembelajaran berbasis inovasi pendidikan melibatkan
Pembelajaran Kuantum , Pembelajaran Kontekstual , dan Problem Based Learning.
Hal ini sangat penting mengingat berbagai pertimbangan yang menunjukkan bahwa
lemahnya minat dan motivasi peserta didik disebabkan oleh penggunaan pendekatan
pembelajaran selama ini masih konvensianal yang lebih menekankan kepada hafalan
dan melupakan kehidupan nyata dalam proses pembelajarannya.
Mengapa
pengajar perlu memiliki kemampuan tentang pendekatan pembelajaran?.Ada pada
tugas pokok professional seorang guru sebagai pengajar, yang pasti sangat
memerlukan berbagai pendekatan dalam pembelajaran.
Untuk keperluan sehari-hari yang baik dan benar, baik dalam proses belajar
mengajar maupun untuk pemahaman siswa ketika evaluassi, dituntut kemampuan
untuk memahami bagaiama pembelajaran berbassis inovasi pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian pembelajaran kuantum ?
2.
Apa saja keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum ?
3. Apa prinsip pembelajaran kuantum ?
4. Apa pengerrtian pembelajaran kontekstual ?
5. Apa saja karakterristik kontekstual ?
6. Apa saja penerapan pendekatan kontekstual ?
7. Apa pengertian pembelajaran problem based
learning ?
8. Apa latar belakang problem based learning ?
9. Apa saja unsru-unsur problem based learning
?
10. Apa saja fasse-fase problem based learning ?
1.3 Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian kuantum.
2.
Untuk mengetahui dan memahami keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum.
3. Untuk memahami beberapa prinsip pembelajaran
kuantum.
4. Untuk mengetahui pengertian kontekstual.
5. Untuk mengetahui karakterristik kontekstual.
6. Untuk memahami penerapan kontekstual.
7. Untuk mengetahui pengertian problem based
learning.
8. Untuk mengetahui beberapa hal problem based
learning.
9. Untuk mengetahui beberapa unsur-unsur
problem based learning.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model
Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
1. Pengertian
Pembelajaran
kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu quantum learning.
“Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh
proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat
belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat” (Bobbi DePorter
& Mike Hernacki, 2011:16 ).
Dengan
demikian, pembelajaran kuantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang
menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada
tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa.
Selanjutnya,
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:30) mengungkapkan mengenai
karakterisitik dari pembelajaran kuantum (quantum learning) yaitu
sebagai berikut.
1. Pembelajaran
kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba
sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
2. Pembelajaran
kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”,
dan atau nativistis.
3. Pembelajaran
kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris,
behavioristis, dan atau maturasionistis.
4. Pembelajaran
kuantum berupaya memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengkolaborasikan
faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan
mental) sebagai konteks pembelajaran.
5. Pembelajaran
kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan
sekadar transaksi makna.
2. Tujuan
Menurut
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:12) adapun tujuan dari pembelajaran
kuantum (quantum learning) adalah sebagai berikut.
a.Untuk
menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
b.Untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan.
c.Untuk menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang dibutuhkan oleh otak.
d.Untuk
membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karir.
e.Untuk
membantu mempercepat dalam pembelajaran
Tujuan di atas,
mengindikasikan bahwa pembelajaran kuantum mengharapkan perubahan dari berbagai
bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu kelas, materi pembelajaran yang
menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan otak kanan, serta
mengefisienkan waktu pembelajaran.
Menurut
Kompasiana (2010) Lingkungan belajar dalam pembelajaran kuantum terdiri
dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat
siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih khusus lagi
perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur. Lingkungan makro
yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi ruang belajar
di masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang
diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara aktif dengan masyarakat.
3. Keunggulan dan Kelemahan Model
pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Bobbi DePorter
& Mike Hernacki (2011:18-19) dalam bukunya yang berjudul ”Quantum
Learning” juga menjelaskan mengenai keunggulan dan kelemahan dari
pembelajaran kauntum (quantum learning) yaitu sebagai berikut.
1. Keunggulan
a. Pembelajaran
kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum
meskipunserba sedikit istilah dan konsep kuantum
dipakai.
b.
Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris,
“hewan-istis”,
dan atau nativistis.
c. Pembelajaran kuantum lebih konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris,
behavioristis.
2. Kelemahan
a. Membutuhkan
pengalaman yang nyata
b. Waktu
yang cukup lama untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar
c. Kesulitan
mengidentifikasi keterampilan siswa
Berdasarkan
pemaparan keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum, pembelajaran kauntum
sangat memperhatikan keaktifan serta kreatifitas yang dapat dicapai oleh peserta
didik. Pembelajaran kuantum mengarahkan seorang guru menjadi guru yang “baik”.
baik dalam arti bahwa guru memiliki ide-ide kreatif dalam memberikan proses
pembelajaran, mengetahui dengan baik tingkat kemampuan siswa.
4. Prinsip Model Pembelajaran Kuantum (Quantum
Learning)
Adapun
prinsip-prinsip pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah
sebagai berikut.
1. Prinsip
utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam
Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka
(Pembelajar).
2. Dalam
pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan
permainan orchestra simfoni.
3. Prinsip-prinsip dasar ini ada tiga macam berikut
ini :
a. Ketahuilah
bahwa segalanya berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai
lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang
sampai guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan
pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
b. Ketahuilah
bahwa segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energy
menjadi cahaya mempunyai tujuan.
c. Sadarilah
bahwa pengalaman mendahului penamaan
Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika
pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa
yang mereka pelajari.
Dengan kata
lain pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena
itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran
kuantum.
Selain membahas
mengenai prinsip model pembelajaran kuantum (quantum learning),
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:76) juga berpendapat mengenai 7
(tujuh) kunci keunggulan yang diyakini dalam pembelajaran kuantum
yaitu sebagai berikut.
1. Teraplah
Hidup dalam Integritas
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan
menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu.
2. Akuilah
Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan
Dalam pembelajaran, kita harus
mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi
kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat
berhasil.
3. Berbicaralah
dengan Niat Baik
Dalam pembelajan, perlu dikembangkan keterampilan
berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur
dan langsung.
4. Tegaskanlah
Komitmen
Dalam pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar
harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah
ditetapkan.
5. Jadilah
Pemilik
Dalam pembelajaran harus ada
tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang
bermakna dan bermutu.
6. Tetaplah
Lentur
Dalam pembelajaran, pertahanan kemampuan untuk
mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Pembelajar lebih-lebih , harus pandai-pandai membaca lingkungan dan suasana,
dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan.
7. Pertahankanlah
Keseimbangan
Dalam pembelajaran, pertahanan jiwa, tubuh, emosi, dan
semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran
efektif dan optimal.
Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran kuantum (quantum
learning) menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:13) diantaranya:
1. Sikap
positif
2. Motivasi
3. Keterampilan
belajar seumur hidup
4. Kepercayaan
diri
5. Sukses
B. MODEL
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1.Pengertian
Menurut
Muslich (2007:41) pembelajaran
kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata
siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Komalasari
(2010:7) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan
pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan
nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat
maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi
kehidupannya.
Menurut
Depdiknas (2003 : 5), konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan
mereka sehari-hari.”
2.Karakteristik
Pendekatan Kontekstual
Menurut Muslich (2007:42) pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a.
Pembelajaran
dilaksanakan dalam konteks otentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada
ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang
dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning
in real life setting).
b.
Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
c.
Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa (learning
by doing).
a. pembelajaran
yang menerapkan konsep keterkaitan (relating),
b. konsep
pengalaman langsung (experience),
c. konsep
aplikasi (applying),
d. konsep
kerja sama (coorperating),
e. konsep
pengaturan diri (self-regulating).
Berdasarkan
pendapat di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran
kontekstual adalah pembelajaran yang mempunyai ciri khusus dalam
pelaksanakannya dengan berpedoman pada konsep keterkaitan (relating),
konsep pengalaman langsung (experience), konsep aplikasi (applying),
konsep kerja sama (coorperating), konsep pengaturan diri (self-regulating),
dan konsep penilaian autentik (authentic assesment) dalam penerapannya
di kelas agar siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, baik dalam lingkungan,
sekolah, masyarakat maupun warga negara.
3.Penerapan Pendekatan Kontekstual
1.
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Selama ini kita guru selalu mendengarkan kata-kata
CBSA. Tapi ada saja diantara kita (guru) yang masih belum tau apa sebenarnya
CBSA itu. Menurut Aqib, (dalam Udin S. Winataputra, dkk (2011:7.15), mengatakan
bahwa CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan
pada keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran melalui asimilasi
dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta
internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap rasional penerapannya dalam
system pembelajaran adalah pandangan mengenai peserta didik sebagai objek
pembelajaran dan subjek yang belajar, titik berat proses pembelajaran pada
keaktifan peserta didik dan keaktifan guru, peran dan fungsi guru secara aktif
dan kreatif, dan kadar CBSA terletak pada banyak keaktifan dan keterlibatan
peserta didik dalam proses belajar mengajar dilihat dari segi masukan, proses,
dan produksi. Untuk itu, dalam penyelenggaraan CBSA harus memperhatikan
rambu-rambu sebagai berikut.
a. Derajat
partisipasi dan responsif peserta didik yang tinggi.
b. Keterlibatan
peserta didik dalam pelaksanaan dan pembuatan tugas.
c. Kesadaran
guru mengenai tujuan yang hendak dicapai.
2.
Pendekatan Proses
Penggunaan pendekatan keterampilan proses berdasarkan
pertimbangan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik
dan guru, proses mengalami secara langsung melalui interaksi dengan lingkungan,
proses untuk mengembangkan kemampuan dasar, dan belajar bagaimana belajar untuk
memperoleh hasil belajar yang baik. Pendekatan keterampilan proses adalah
pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan fisik dan mental
sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri peserta
didik dalam rangka menemukan fakta dan konsep serta menumbuhkan kembangkan
sikap dan nilai.
Melalui pendekatan keterampilan proses hendak di
kembangkan kemampuan-kemampuan mangamati, mengelompokkan, memproyeksikan,
menerapkan, menganalisis, melakukan penelitian sederhana, dari
mengkomunikasikan hasil.
3.
Life Skills Education
Pembelajaran yang bernuansa life skills berupaya memberikan keterampilan
kepada peserta didik untuk memahami dirinya dan potensinya dalam kehidupan,
antara lain mencakup penentuan tujuan, memecahkan masalah, dan hidup bersama
orang lain. Keterampilan-keterampilan tersebut akan membantunya untuk kehidupan
dalam lingkungannya dan mencapai kesehatan serta memiliki prilaku yang
produktif. Pendidikan life skills membantu peserta didik untuk melindungi
dirinya dari berbagai bahaya dan membantu peserta didik dalam memasuki
kehidupan sebagai orang dewasa dengan berhasil. Kecakapan hidup (life skills) lebih luas pengertiannya dari
keterampilan untuk bekerja. Kecakapan hidup terdiri dari.
a. Kecakapan
mengenal diri/kemampuan personal (personal
skills)
b. Kecakapan
berpikir rasional (thinking
skills)
c. kecakapan sosial ( social skills)
d. Kecakapan akademik (academic skills)
e. Kecakapan vokasional (vocational skills).
4. Inquiry-Based
Learning
Tujuan
utama dari pendekatan inkuiri adalah membantu peserta didik mengembangkan
disiplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan memberikan jawaban atas dasar keingintahuan
mereka.Inkuiri juga bertujuan agar peserta didik memperoleh
pengetahuan baru dari hasil gagasan yang ditemukan peserta didik. Pendekatan
ini dimulai dari suatu permasalahan dalam disiplin ilmu, sehingga
memotivasi peserta didik untuk mencari pemecahannya. Langkah kegiatan yang
dilakukan dalam inkuiri terdiri atas: perumusan masalah, pengembangan
hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, uji hipotesis, dan penarikan
kesimpulan.
5. Problem-Based Learning
Kegiatan
belajar melalui pemecahan masalah bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam mengidentifikasi, mengembangkan kemampuan berfikir
alternatif, dan kemampuan mengambil keputusan ini adalah kemampuan yang
melibatkan keterampilan peroses tinggi . Pengajaran melalui pemecahan masalah
terdiri atas lima langkah, yaitu: identifikasi masalah; pengembangan
alternatif; pengumpulan data untuk menguji alternatif; pengujian alternatif;
dan pengambilan keputusan.
Inti
dari suatu pemecahan masalah adalah keputusan terbaik untuk menyelesaikan
masalah yang ada.Karena itu dalam pemecahan masalah kemampuan mengidentifikasi
merupakan kegiatan pertama yang sangat penting.
6. Cooperative-Learning
Pendekatan
kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap
atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam
struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang
atau lebih. Straregi ini menempatkan peserta didik sebagai bagian dari
suatu sistemkerja sama dalam mencapai hasil belajar yang optimal, metode ini
mendorong kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah yang ditemui selama
pembelajaran karena peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik
lainnya dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan masalah pada materi
yang dihadapi. Untuk melaksanankan strategi pembelajaran ini, guru perlu
mempersiapkan dan merencanakannya dengan matang, agar peserta didik dapat
berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, peserta didik akan membentuk
komunitas yang memungkinkan mereka menyenangi dan mencintai proses belajar.
Menurut Zahorik dalam Udin S.
Winataputra, dkk (2011:7.17) mengatakan ada tiga
elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual yaitu.
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah
ada (activating knowledge)
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring
knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian
memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),
yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan
sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar
tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
C. Model Problem Based Learning
1.Pengertian
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah
metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks
untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan
masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle dan Torp (1995)
menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran
yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran
aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan
baik. Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran
yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
PBM bermula dari suatu program
inovatif yang dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada
(Neufeld & Barrows, 1974). Program ini dikembangkan berdasar
kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang
mereka pelajari dalam praktek sehari-hari. Dewasa ini PBM telah menyebar
ke banyak bidang seperti hukum, ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum
sekolah.
Berdasarkan pendapat pakar-pakar
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PROBLEM BASED LEARNING (PBL) merupakan
metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan
bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia
nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa
sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir
secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan
secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Sehingga dapat diartikan bahwa PBL
adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah
dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari
masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai
sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk
pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil
merupakan poin utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses
pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran
tersebut. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar
anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.
2.Latar
Belakang Pentingnya Problem Based Learning (PBL)
Metode pembelajaran yang kurang
efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif
dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru
yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga siswa
merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru
sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas
profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa
dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti
tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah
pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar
sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran (Semiawan, 1985).
Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan
bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA
). Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah
Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai–nilai
demokrasi, belajar efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman
dimasyarakat.
Pembelajaran berbasis masalah(PBL)
bermaksud untuk memberikan ruang gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk
mencari konsep dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi yang
disampaikan oleh guru. Karena pada dasarnya ilmu Matematika bertujuan agar
siswa memahami konsep-konsep Matematika dengan kehidupan sehari-hari. Memiliki
ketrampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses
alam sekitar,mampu menerapkan berbagi konsep matematika untuk menjelaskan
gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah
yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari(Depdikbud:1994).
Dengan menggunakan pendekatan PBL
siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal
ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar terlibat
secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang
berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Karateristik PBL lebih mengacu pada
aliran pendidikan kontruktivmisme, dimana belajar merupakanproses aktif
dari pembelajaran untuk membangun pengetahuan . proses aktif yang dimaksud
tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga secara fisik. Artinya, melalui
aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan
proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan
yang telah dimiliki dan ini berlangsung secara mental. Matthews( dalam Suparno.1997:56).
3.Unsur-unsur Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran Problem Based Learning
mempunyai beberapa unsur-unsur yang mendasar pada pendidikan sebagai
berikut:
1. Integrated Learning
§ Pembelajaran
mengintegrasikan seluruh bidang pelajaran
§ Pembelajaran
bersifat menyeluruh melibatkan aspek-aspek perkembangan anak
§ Anak
membangun pemikiran melalui pengalaman langsung
2. Contextual Learning
§ Anak belajar
sesuatu yang nyata, terjadi, dan dialami dalam kehidupannya
§ Anak
merasakan langsung manfaat belajar untuk kehidupannya
3. Constructivist Learning
§ Anak
membangun pemikirannya melalui pengalaman langsung (hand on experience)
§ Learning
by doing
4. Active Learning
§ Anak sebagai
subyek belajar yang aktif menentukan, melakukan dan mengevaluasi
(PLAN-DO-REVIEW)
5. Learning Interesting
§ Pembelajaran
lebih menarik dan menyenangkan bagi anak karena anak terlibat langsung
dalam menentukan masalah.
4.Fase
-Fase Problem Basedd Learning (PBL)
PBL berlangsung dalam enam fase,
yaitu:
Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal yang
diajukan seperti dinyatakan sebelumnya harus tidak terstruktur dengan
baik, dalam arti untuk penyelesaiannya diperlukan informasi atau
data lebih lanjut, memungkinkan banyak cara atau jawaban, dan cukup luas
kandungan materinya.
Fase2: Apa yang diketahui diketahui dari
permasalahan? Dalam fase ini setiap anggota akan melihat permasalahan
dari segi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kelompok akan
mendiskusikan dan menyepakati batasan-batasan mengenai permasalahan tersebut,
serta memilah-memilah isu-isu dan aspek-aspek yang cukup beralasan untuk
diselidiki lebih lanjut. Analisis awal ini harus menghasilkan titik awal
untuk penyelidikan dan dapat direvisi apabila suatu asumsi dipertanyakan atau
informasi baru muncul kepermukaan.
Fase 3: Apa yang tidak diketahui dari
permasalahan? Disini anggota kelompok akan membuat daftar
pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang harus dijawab untuk
menjelas permasalahan. Dalam fase ini, anggota kelompok akan mengurai
permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan implikasinya, mengajukan
berbagai penjelasan atau solusi, dan mengembangkan hipotesis kerja.
Kegiatan ini seperti fase “brainstorming”
dengan evaluasi; penjelasan atau solusi dicatat. Kelompok perlu
merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan informasi yang dibutuhkan, dan
bagaimana informasi ini diperoleh.
Fase 4: Alternatif Pemecahan. Dalam
fase ini anggota kelompok akan mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir
hipotesis dan mengubah hipotesis. Kelompok akan membuat daftar “Apa yang
harus dilakukan?” yang mengarah kepada sumberdaya yang dibutuhkan, orang yang
akan dihubungi, artikel yang akan dibaca, dan tindakan yang perlu dilakukan
oleh para anggota. Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan
mengalokasikan tugas-tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam kelas, bahan
bacaan, buku pelajaran, perpustakaan, perusahaan, video, dan dari seorang pakar
tertentu. Bila ada informasi baru, kelompok perlu menganalisa dan
mengevaluasi reliabilitas dan kegunaannya untuk penyelesaian permasalahan yang
sedang dihadapi.
Fase 5: Laporan dan Presentasi
Hasil. Pada fase ini, setiap kelompok akan menulis laporan hasil kerja
kelompoknya. Laporan ini memuat hasil kerja kelompok dalam fase-fase
sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu alternatif dipilih dan uraian
tentang alternatif tersebut. Pada bagian akhir setiap kelompok menjelaskan
konsep yang terkandung dalam permasalahan yang diajukan dan penyelesaian yang
mereka ajukan. Misalnya, rumus apa yang mereka gunakan. Laporan ini
kemudian dipresentasikan dan didiskusikan dihadapan semua siswa.
Fase 6: Pengembangan Materi. Dalam
fase ini guru akan mengembangkan materi yang akan dipelajari lebih lanjut dan
mendalam dan memfasilitasi pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan
oleh setiap kelompok dalam laporannya.
Dengan memperhatikan kegiatan pada setiap fase, para
peserta didik menggunakan banyak waktunya untuk mendiskusikan masalah,
merumuskan hipotesis, menentukan fakta yang relevan, mencari informasi, dan
mendefinisikan isi pembelajaran itu sendiri. Tidak seperti pembelajaran
tradisional, tujuan pembelajaran dalam PBM tidak ditetapkan dimuka.
Sebaliknya, setiap anggota kelompok akan bertanggungjawab untuk membangun
isi-isu atau tujuan berdasarkan analisa kelompok tentang permasalahan yang
diberikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pembelajaran
kuantum sangat memperhatikan pengkondisian suatu kelas sebagai lingkungan
belajar dari peserta didik mengingat model pembelajaran kuantum merupakan
adaptasi dari model pembelajaran yang diterapkan di luar negeri.
Pendekatan
kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat
digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau
materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam
lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk
menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar
pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam
kehidupan sehari-hari.
PBL adalah proses pembelajaran
yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu
dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior
knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan
pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam
penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan
pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. Dengan demikian, masalah
yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang
dapat menyokong keilmuannya.
3.2 Saran
Menulis makalah adalah menyusun materi dari berbagai sumber dengan menambahkan
argumen penulis yang sesuai dengan konteks pembicaraan. Sebagai mahasiswa yang
sedang melakukan pembelajaran, maka menulis makalah menjadi salah satu
pekerjaan yang kerap kali dilakukan. Meski demikian, dalam penulisan makalah
pasti terdapat kekhilafan penulis. Oleh karenanya penulis membuka kesempatan
bagi pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran yang membangun pada makalah
ini agar dapat ditemukan kesimpulan yang ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan.