Kamis, 31 Maret 2016

Inovasi Pendidikan : Menguasai Inovasi Pembelajaran Dalam Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik



BAB I
    PENDAHULUAN
    
1.1    Latar Belakang
Penyusunan rencana pembelajaran berbasis inovasi pendidikan  dalam pembelajaran untuk memahami penerapan pendekatan pembelajaran  dalam sehari-hari. Pembelajaran berbasis inovasi pendidikan  melibatkan Pembelajaran Kuantum , Pembelajaran Kontekstual , dan Problem Based Learning. Hal ini sangat penting mengingat berbagai pertimbangan yang menunjukkan bahwa lemahnya minat dan motivasi peserta didik disebabkan oleh penggunaan pendekatan pembelajaran selama ini masih konvensianal yang lebih menekankan kepada hafalan dan melupakan kehidupan nyata dalam proses pembelajarannya.
Mengapa pengajar perlu memiliki kemampuan tentang pendekatan pembelajaran?.Ada pada tugas pokok professional seorang guru sebagai pengajar, yang pasti sangat memerlukan berbagai pendekatan dalam pembelajaran.
     Untuk keperluan sehari-hari yang baik dan benar, baik dalam proses belajar mengajar maupun untuk pemahaman siswa ketika evaluassi, dituntut kemampuan untuk  memahami bagaiama pembelajaran berbassis inovasi pendidikan.

1.2    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian pembelajaran kuantum ?
2.    Apa saja keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum ?
3.    Apa prinsip pembelajaran kuantum ?
4.    Apa pengerrtian pembelajaran kontekstual ?
5.    Apa saja karakterristik kontekstual ?
6.    Apa saja penerapan pendekatan kontekstual ?
7.    Apa pengertian pembelajaran problem based learning ?
8.    Apa latar belakang problem based learning ?
9.    Apa saja unsru-unsur problem based learning ?
10.  Apa saja fasse-fase problem based learning ?

1.3    Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui pengertian kuantum.
2.    Untuk mengetahui dan memahami keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum.
3.    Untuk memahami beberapa prinsip pembelajaran kuantum.
4.    Untuk mengetahui pengertian kontekstual.
5.    Untuk mengetahui karakterristik kontekstual.
6.    Untuk memahami penerapan kontekstual.
7.    Untuk mengetahui pengertian problem based learning.
8.    Untuk mengetahui beberapa hal problem based learning.
9.    Untuk mengetahui beberapa unsur-unsur problem based learning.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
1. Pengertian
Pembelajaran kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu quantum learning. “Quantum Learning  adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat” (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011:16 ).

Dengan demikian, pembelajaran kuantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa.

Selanjutnya, Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:30) mengungkapkan mengenai karakterisitik dari pembelajaran kuantum (quantum learning) yaitu sebagai berikut.
1.      Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
2.      Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
3.      Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis.
4.      Pembelajaran kuantum berupaya memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
5.      Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna.

2. Tujuan
Menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:12) adapun tujuan dari pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah sebagai berikut.
a.Untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
b.Untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan.
c.Untuk menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang dibutuhkan oleh otak.
d.Untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karir.
e.Untuk membantu mempercepat dalam pembelajaran

Tujuan di atas, mengindikasikan bahwa pembelajaran kuantum mengharapkan perubahan dari berbagai bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu kelas, materi pembelajaran yang menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan otak kanan, serta mengefisienkan waktu pembelajaran.

Menurut Kompasiana (2010) Lingkungan belajar dalam pembelajaran kuantum terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih khusus lagi perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur. Lingkungan makro yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara aktif dengan masyarakat.
3. Keunggulan dan Kelemahan Model pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:18-19) dalam bukunya yang berjudul ”Quantum Learning” juga menjelaskan mengenai keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kauntum (quantum learning) yaitu sebagai berikut.
1.      Keunggulan
a.       Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum
meskipunserba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
b.       Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”,
dan atau nativistis.
c.       Pembelajaran kuantum lebih konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis.

2.      Kelemahan
a.       Membutuhkan pengalaman yang nyata
b.      Waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar
c.       Kesulitan mengidentifikasi keterampilan siswa

Berdasarkan pemaparan keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum, pembelajaran kauntum sangat memperhatikan keaktifan serta kreatifitas yang dapat dicapai oleh peserta didik. Pembelajaran kuantum mengarahkan seorang guru menjadi guru yang “baik”. baik dalam arti bahwa guru memiliki ide-ide kreatif dalam memberikan proses pembelajaran, mengetahui dengan baik tingkat kemampuan siswa.

4. Prinsip Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah sebagai berikut.
1.      Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar).
2.      Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orchestra simfoni.
3.      Prinsip-prinsip dasar ini ada tiga macam berikut ini :
a.       Ketahuilah bahwa segalanya berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
b.      Ketahuilah bahwa segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energy menjadi cahaya mempunyai tujuan.
c.       Sadarilah bahwa pengalaman mendahului penamaan
Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa yang mereka pelajari.

Dengan kata lain pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum.

Selain membahas mengenai prinsip model pembelajaran kuantum (quantum learning), Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:76) juga berpendapat mengenai 7 (tujuh)  kunci keunggulan yang diyakini dalam pembelajaran kuantum yaitu sebagai berikut.

1.      Teraplah Hidup dalam Integritas
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu.
2.     Akuilah Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan
Dalam pembelajaran, kita harus mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat berhasil.
3.     Berbicaralah dengan Niat Baik
Dalam pembelajan, perlu dikembangkan keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung.
4.     Tegaskanlah Komitmen
Dalam pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan.
5.     Jadilah Pemilik
Dalam pembelajaran harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
6.     Tetaplah Lentur
Dalam pembelajaran, pertahanan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar lebih-lebih , harus pandai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan.
7.      Pertahankanlah Keseimbangan
Dalam pembelajaran, pertahanan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran kuantum (quantum learning) menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:13) diantaranya:
1.      Sikap positif
2.      Motivasi
3.      Keterampilan belajar seumur hidup
4.      Kepercayaan diri
5.      Sukses

B. MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
1.Pengertian
Menurut Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Komalasari (2010:7) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Menurut Depdiknas (2003 : 5), konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.”
2.Karakteristik Pendekatan Kontekstual
Menurut Muslich (2007:42) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a.       Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks otentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
b.      Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
c.       Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

Komalasari (2010:13) mengidentifikasi karakteristik pembelajaran kontekstual meliputi :
a.       pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating),
b.      konsep pengalaman langsung (experience),
c.       konsep aplikasi (applying),
d.      konsep kerja sama (coorperating),
e.       konsep pengaturan diri (self-regulating).
Berdasarkan pendapat di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mempunyai ciri khusus dalam pelaksanakannya dengan berpedoman pada konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung (experience), konsep aplikasi (applying), konsep kerja sama (coorperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assesment) dalam penerapannya di kelas agar siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara.
3.Penerapan Pendekatan Kontekstual
1.   Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Selama ini kita guru selalu mendengarkan kata-kata CBSA. Tapi ada saja diantara kita (guru) yang masih belum tau apa sebenarnya CBSA itu. Menurut Aqib, (dalam Udin S. Winataputra, dkk (2011:7.15), mengatakan bahwa CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan peserta didik  dalam proses pembelajaran melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap rasional penerapannya dalam system pembelajaran adalah pandangan mengenai peserta didik sebagai objek pembelajaran dan subjek yang belajar, titik berat proses pembelajaran pada keaktifan peserta didik dan keaktifan guru, peran dan fungsi guru secara aktif dan kreatif, dan kadar CBSA terletak pada banyak keaktifan dan keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar dilihat dari segi masukan, proses, dan produksi. Untuk itu, dalam penyelenggaraan CBSA harus memperhatikan rambu-rambu sebagai berikut.
a.  Derajat partisipasi dan responsif peserta didik yang tinggi.
b. Keterlibatan peserta didik dalam pelaksanaan dan pembuatan tugas.
c. Kesadaran guru mengenai tujuan yang hendak dicapai.
2.   Pendekatan Proses
Penggunaan pendekatan keterampilan proses berdasarkan pertimbangan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dan guru, proses mengalami secara langsung melalui interaksi dengan lingkungan, proses untuk mengembangkan kemampuan dasar, dan belajar bagaimana belajar untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri peserta didik dalam rangka menemukan fakta dan konsep serta menumbuhkan kembangkan sikap dan nilai.
Melalui pendekatan keterampilan proses hendak di kembangkan kemampuan-kemampuan mangamati, mengelompokkan, memproyeksikan, menerapkan, menganalisis, melakukan penelitian sederhana, dari mengkomunikasikan hasil.
3.   Life Skills Education
Pembelajaran yang bernuansa life skills berupaya memberikan keterampilan kepada peserta didik untuk memahami dirinya dan potensinya dalam kehidupan, antara lain mencakup penentuan tujuan, memecahkan masalah, dan hidup bersama orang lain. Keterampilan-keterampilan tersebut akan membantunya untuk kehidupan dalam lingkungannya dan mencapai kesehatan serta memiliki prilaku yang produktif. Pendidikan life skills membantu peserta didik untuk melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan membantu peserta didik dalam memasuki kehidupan sebagai orang dewasa dengan berhasil. Kecakapan hidup (life skills) lebih luas pengertiannya dari keterampilan untuk bekerja. Kecakapan hidup terdiri dari.
a. Kecakapan mengenal diri/kemampuan personal (personal  skills)
b. Kecakapan berpikir rasional (thinking skills)
c. kecakapan sosial ( social skills)
d. Kecakapan akademik (academic skills)
e. Kecakapan vokasional (vocational skills).
4.   Inquiry-Based Learning
Tujuan utama dari pendekatan inkuiri adalah membantu peserta didik mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang diperlukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan memberikan jawaban atas dasar keingintahuan mereka.Inkuiri juga bertujuan   agar peserta didik memperoleh pengetahuan baru dari hasil gagasan yang ditemukan peserta didik. Pendekatan ini dimulai dari suatu permasalahan  dalam disiplin ilmu, sehingga memotivasi peserta didik untuk mencari pemecahannya. Langkah kegiatan yang dilakukan dalam inkuiri terdiri atas: perumusan masalah, pengembangan hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, uji hipotesis, dan penarikan kesimpulan.
5.   Problem-Based Learning
      Kegiatan belajar melalui pemecahan masalah bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi, mengembangkan kemampuan berfikir alternatif, dan kemampuan mengambil keputusan ini adalah kemampuan yang melibatkan keterampilan peroses tinggi . Pengajaran melalui pemecahan masalah terdiri atas lima langkah, yaitu: identifikasi masalah; pengembangan alternatif; pengumpulan data untuk menguji alternatif; pengujian alternatif; dan pengambilan keputusan.
Inti dari suatu pemecahan masalah adalah keputusan terbaik untuk menyelesaikan masalah yang ada.Karena itu dalam pemecahan masalah kemampuan mengidentifikasi merupakan kegiatan pertama yang sangat penting.
6.   Cooperative-Learning
Pendekatan kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Straregi ini menempatkan  peserta didik sebagai bagian dari suatu sistemkerja sama dalam mencapai hasil belajar yang optimal, metode ini mendorong kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah yang ditemui selama pembelajaran karena peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik lainnya dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan masalah pada materi yang dihadapi. Untuk melaksanankan strategi pembelajaran ini, guru perlu mempersiapkan dan merencanakannya dengan matang, agar peserta didik dapat berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, peserta didik akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka menyenangi dan mencintai proses belajar.
Menurut Zahorik dalam Udin S. Winataputra, dkk (2011:7.17) mengatakan ada tiga elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual yaitu.
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
C. Model Problem Based Learning
1.Pengertian
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995).  Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik.  Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
PBM bermula dari suatu program inovatif yang dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada (Neufeld & Barrows, 1974).  Program ini dikembangkan berdasar kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam praktek sehari-hari.  Dewasa ini PBM telah menyebar ke banyak bidang seperti hukum, ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah.
Berdasarkan pendapat pakar-pakar tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PROBLEM BASED LEARNING (PBL) merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
Sehingga dapat diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut.  Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.

2.Latar Belakang Pentingnya  Problem Based Learning (PBL)
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan titik awal berhasilnya pembelajaran (Semiawan, 1985). Banyaknya teori dan hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah Pembelajaran Berbasis Masalah(PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai–nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat.
Pembelajaran berbasis masalah(PBL) bermaksud untuk memberikan ruang gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk mencari konsep dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi yang disampaikan oleh guru. Karena pada dasarnya ilmu Matematika bertujuan agar siswa memahami konsep-konsep Matematika dengan kehidupan sehari-hari. Memiliki ketrampilan tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses alam sekitar,mampu menerapkan berbagi konsep matematika untuk menjelaskan gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan masalah yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari(Depdikbud:1994).
Dengan menggunakan pendekatan PBL siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Karateristik PBL lebih mengacu pada aliran pendidikan kontruktivmisme, dimana belajar merupakanproses aktif  dari pembelajaran untuk membangun pengetahuan . proses aktif yang dimaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga secara fisik. Artinya, melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan  yang telah dimiliki dan ini berlangsung secara mental. Matthews( dalam Suparno.1997:56).
3.Unsur-unsur Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran Problem Based Learning mempunyai beberapa unsur-unsur yang mendasar  pada pendidikan sebagai berikut:
1.      Integrated Learning
§  Pembelajaran mengintegrasikan seluruh bidang pelajaran
§  Pembelajaran bersifat menyeluruh melibatkan aspek-aspek perkembangan anak
§  Anak membangun pemikiran melalui pengalaman langsung
2.      Contextual Learning
§  Anak belajar sesuatu yang nyata, terjadi, dan dialami dalam kehidupannya
§  Anak merasakan langsung manfaat belajar untuk kehidupannya
3.      Constructivist Learning
§  Anak membangun pemikirannya melalui pengalaman langsung (hand on experience)
§   Learning by doing
4.      Active Learning
§  Anak sebagai subyek belajar yang aktif menentukan, melakukan dan mengevaluasi (PLAN-DO-REVIEW)
5.      Learning Interesting
§  Pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi anak karena anak terlibat langsung dalam  menentukan masalah.
                                          
4.Fase -Fase Problem Basedd Learning (PBL)
PBL berlangsung dalam enam fase, yaitu:
Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal yang diajukan seperti dinyatakan sebelumnya harus tidak terstruktur dengan baik, dalam arti untuk penyelesaiannya diperlukan informasi atau data lebih lanjut, memungkinkan banyak cara atau jawaban, dan cukup luas kandungan materinya.

Fase2: Apa yang diketahui diketahui dari permasalahan?  Dalam fase ini setiap anggota akan melihat permasalahan dari segi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.  Kelompok akan mendiskusikan dan menyepakati batasan-batasan mengenai permasalahan tersebut, serta memilah-memilah isu-isu dan aspek-aspek yang cukup beralasan untuk diselidiki lebih lanjut.  Analisis awal ini harus menghasilkan titik awal untuk penyelidikan dan dapat direvisi apabila suatu asumsi dipertanyakan atau informasi baru muncul kepermukaan.

Fase 3: Apa yang tidak diketahui dari permasalahan?  Disini anggota kelompok akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang harus dijawab untuk menjelas permasalahan.  Dalam fase ini, anggota kelompok akan mengurai permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan implikasinya, mengajukan berbagai penjelasan atau solusi, dan mengembangkan hipotesis kerja.  Kegiatan ini seperti fase “brainstorming” dengan evaluasi; penjelasan atau solusi dicatat.  Kelompok perlu merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan informasi yang dibutuhkan, dan bagaimana informasi ini diperoleh.

Fase 4: Alternatif Pemecahan.  Dalam fase ini anggota kelompok akan mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan mengubah hipotesis.  Kelompok akan membuat daftar “Apa yang harus dilakukan?” yang mengarah kepada sumberdaya yang dibutuhkan, orang yang akan dihubungi, artikel yang akan dibaca, dan tindakan yang perlu dilakukan oleh para anggota.  Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan mengalokasikan tugas-tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.  Informasi tersebut dapat berasal dari dalam kelas, bahan bacaan, buku pelajaran, perpustakaan, perusahaan, video, dan dari seorang pakar tertentu.  Bila ada informasi baru, kelompok perlu menganalisa dan mengevaluasi reliabilitas dan kegunaannya untuk penyelesaian permasalahan yang sedang dihadapi.

Fase 5: Laporan dan Presentasi Hasil.  Pada fase ini, setiap kelompok akan menulis laporan hasil kerja kelompoknya.  Laporan ini memuat hasil kerja kelompok dalam fase-fase sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu alternatif dipilih dan uraian tentang alternatif tersebut.  Pada bagian akhir setiap kelompok menjelaskan konsep yang terkandung dalam permasalahan yang diajukan dan penyelesaian yang mereka ajukan.  Misalnya, rumus apa yang mereka gunakan.  Laporan ini kemudian dipresentasikan dan didiskusikan dihadapan semua siswa.

Fase 6: Pengembangan Materi.  Dalam fase ini guru akan mengembangkan materi yang akan dipelajari lebih lanjut dan mendalam dan memfasilitasi pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan oleh setiap kelompok dalam laporannya.

Dengan memperhatikan kegiatan pada setiap fase, para peserta didik menggunakan banyak waktunya untuk mendiskusikan masalah, merumuskan hipotesis, menentukan fakta yang relevan, mencari informasi, dan mendefinisikan isi pembelajaran itu sendiri.  Tidak seperti pembelajaran tradisional, tujuan pembelajaran dalam PBM tidak ditetapkan dimuka.  Sebaliknya, setiap anggota kelompok akan bertanggungjawab untuk membangun isi-isu atau tujuan berdasarkan analisa kelompok tentang permasalahan yang diberikan.
























BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pembelajaran kuantum sangat memperhatikan pengkondisian suatu kelas sebagai lingkungan belajar dari peserta didik mengingat model pembelajaran kuantum merupakan adaptasi dari model pembelajaran yang diterapkan di luar negeri.

Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut.  Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.
3.2 Saran
Menulis makalah adalah menyusun materi dari berbagai sumber dengan menambahkan argumen penulis yang sesuai dengan konteks pembicaraan. Sebagai mahasiswa yang sedang melakukan pembelajaran, maka menulis makalah menjadi salah satu pekerjaan yang kerap kali dilakukan. Meski demikian, dalam penulisan makalah pasti terdapat kekhilafan penulis. Oleh karenanya penulis membuka kesempatan bagi pembaca untuk menyampaikan kritik dan saran yang membangun pada makalah ini agar dapat ditemukan kesimpulan yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.